Kisah ini dimulai ketika saya dan
teman-teman sedang berkunjung ke perpustakaan fakultas. Saya yang termasuk
jarang ke perpustakaan, sengaja berkeliling di antara rak-rak buku yang berisi buku-buku
tua, bahkan dibiarkan berdebu tak tersentuh oleh orang-orang. Setiap kali
melewati deretan buku-buku tebal berlabel fisika, saya tergoda untuk mengambil
dan membaca sekilas, meski hanya judul dan intisari buku-buku itu. Sungguh
buku-buku yang amat berat menurut saya, terutama bagi saya yang masih duduk di
semester awal.
Saya terus menyusuri rak demi rak
buku. Hingga akhirnya saya berhenti pada sebuah buku kecil bersampul merah yang
waktu itu terselip di antara buku-buku besar. Buku itu berjudul “Recombination
of Radicals and Related Effects in Flames” karya Theodorus Zeegers. Yang
menarik perhatian saya waktu itu bukanlah judul dari buku itu, melainkan ketika
saya membaca identitas buku pada halaman depan. Di sana tercatat bahwa buku
tersebut merupakan pemberian dari Universitas Utrecht untuk UGM sekitar tahun
1970an.
Kemudian sekilas saya membaca kata
pengantar di buku itu yang tertulis dalam bahasa Belanda. Ada sesungging senyum
waktu itu, apalagi bagi saya yang notabene punya cita-cita suatu saat bisa
melanjutkan studi di Belanda. Bukan karna apa-apa, tapi karna rasa kagum saya
pada negeri itu. Dan buku yang saya temukan di salah satu sudut perpus itu
mengingatkan saya pada mata kuliah Fisika Dasar.
Seringkali dalam kuliah disebutkan
beberapa ilmuwan Fisika yang terkenal. Sebagai seorang mahasiswi yang menempuh
program studi Fisika saya semakin kagum dengan perkembangan Sains yang ada di
Belanda. Buku yang tak sengaja saya temukan di perpus itu semakin menambah
wawasan saya tentang ilmuwan-ilmuwan Fisika yang berkebangsaan Belanda. Sebut
saja Hendrik Antoon Lorentz, Pieter Zeeman, Johannes Diderik van der Waals,
Heike Kamerlingh Onnes, dan lain-lain. Belum lagi para ilmuwan di bidang
keilmuwan yang lainnya. Maka tak heran jika Belanda menjadi salah satu negara
penerima novel terbanyak.
Sejenak saya termenung di sudut
perpustakaan waktu itu, sambil sesekali berpikir. Ternyata bukti kreatif bangsa
Belanda sudah sedari dulu begitu menonjol. Negeri yang seolah-olah setiap saat
melahirkan tokoh-tokoh penting dunia Sains yang akhirnya terkenal ke seluruh
dunia itu memilki keKRATIFan tersendiri. Mungkin secara ketenaran masih kalah
dengan Albert Einstein, ilmuwan Fisika berkebangsaan Jerman, namun bagi saya
ilmuwan Belanda juga banyak menginspirasi perkembangan teknologi yang ada saat
ini.
Sebut saja di antaranya, Onnes,
ilmuwan dari Universitas Leiden yang berhasil menemukan bahan superconductor.
Karyanya ini sekarang sudah sangat mendunia. Karyanya ini sudah banyak
diterapkan dalam berbagai teknologi, salah satunya maglev(magnetic levitation
train) di Jepang. Ini adalah suatu bukti nyata bahwa ide seorang Onnes besar
manfaatnya.
Saya kira, inilah wujud kreatif
bangsa Belanda yang lain. Salah satu bentuk kreatif dalam kemajuan sains dan
teknologi yang hingga sekarang masih bahkan semakin terus berkembang.
Sebut saja,
Universitas Leiden. Hampir sebagian besar ilmuwan adalah lulusan dari
universitas ini. Universitas ini juga masuk dalam jajaran universitas terbaik
di dunia. Konon katanya Universitas Leiden dan Universitas Amsterdam menjadi
pioneer pendidikan di sana. Belum lagi Maastricht dan Universitas Teknologi
Delf, tempat lahirnya orang-orang penting dunia Sains yang juga menjadi tujuan
utama para pemburu ilmu di dunia.
Sikap terbuka mereka juga menjadi
daya tarik tersendiri. Mungkin bagi bangsa Indonesia yang punya ikatan sejarah
dengan Belanda juga pasti akan merasa cukup dekat dengan keadaan di sana.
Kalau boleh saya
bilang, “ada Indonesia di Belanda”. “Opened Culture” yang dimilki bangsa
Belanda menjadikan banyaknya usaha-usaha kuliner Indonesia yang berdiri kokoh
di sana, juga mahasiswa Indonesia yang menempuh ilmu di sana tidaklah sedikit.
Tentu mereka punya alasan tersendiri. Peluang bisnis di sana terbuka lebar
untuk siapapun, kualitas pendidikan yang sudah pasti bagus menjadi brand yang Belanda miliki. Banyaknya
beasiswa yang ditawarkan juga menjadi wujud atau bagian dari “opened culture”,
yakni dengan membuka kesempatan menimba ilmu sebanyak-banyaknya bagi mahasiswa
asing. Belum lagi apresiasi mereka kepada seni, baik dalam maupun luar negeri.
Kemampuan mereka memadupadankan dunia Sains Teknologi, bisnis, dan seni semakin
membuka mata kita bahwa mereka begitu KREATIF dalam berbagai bidang. Dan pokok
atau kunci utamanya terletak pada “opened culture” mereka, sehingga semakin
banyak bidang yang mampu berkembang dan mendorong kemajuan di sana.
Ah, untuk sejenak saya melayang
dalam angan. Buku bersampul merah itu, kembali menambah kekaguman dan semangat
saya. Untuk beberapa waktu, buku bersampul merah itu menemani saya
berangan-angan, saya ingin suatu saat nanti berkesempatan mendapat beasiswa
belajar di sana. Belajar di negeri kreatif nan inovatif tempat lahirnya para
ilmuwan dunia. Semoga ^^.
Saya kembali berjalan ke rak tempat
buku tersebut saya temukan, lalu saya mengembalikannya seperti sedia kala. Saya
pun keluar dari perpustakaan sembari membawa angan saya tentang negeri para
ilmuwan itu :).