Thursday, February 11, 2016

Seleksi Pengajar Muda Angkatan XII, Indonesia Mengajar

Rencana awal postingan ini adalah tentang jalan-jalan ke Gunung Kidul, namun kemudian fokus beralih pada sebuah kabar yang masuk lewat email. Kabar itu berawal dari….
Mari kita mulai saja ceritanya. Bulan Desember 2015 kemarin jiwaku kembali terpanggil untuk menjadi seorang pengabdi. Belajar dari kegagalan di event lain yang serupa, saat itu aku memberanikan diri mendaftar Indonesia Mengajar angkatan XII. Seperti yang sudah banyak diketahui, proses seleksi Indonesia Mengajar ini terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama berupa tahap administrasi, cukup dilalui dengan mendaftar di website IM dan mengisi biodata dilanjutkan menulis sekitar 10 essay terkait. Pada tahap awal ini tantangan terberat adalah menuangkan kata-kata pada setiap essay yang telah ditentukan. Essay ini cukup sederhana sebenarnya, dan inipun akan mengalir begitu saja apabila kita punya background pengalaman yang terkait organisasi. Kesulitan yang dihadapi adalah meringkas sedemikian rupa sehingga kisah kitadapat dikemas dalam 250 kata per essay. Tahap ini pun kulalui dengan sedikit kejutan. Bagaimana tidak, pada saat deadline hari terakhir aku baru sempat mengirim aplikasi secara lengkap. Seperti biasa dibantu dengan wifi perpustakaan kampus yang lumayan terjamin. Sebelum meng-klik “kirim aplikasi” jangan lupa berdoa dulu. Ya apalagi keinginan untuk bisa menjadi pengajar muda sudah muncul sejak awal masuk kuliah. Jadi ketika ada kesempatan tak boleh disia-siakan. Akan tetapi sangat disarankan untuk menyelesaikan aplikasi sebelum deadline yang ditentukan ya. Oya, data-data pendaftar dapat disimpan dan diedit sebelum dikirim, jadi aplikasi pendaftar dapat diisi secara mencicil.

Senangnya bukan main, saat malam tahun baru 31 Desember 2015 aku membuka email dan mendapat pesan dari IM bahwa aku lolos administrasi. Senangnya bukan main, karena hampir 15000 pendaftar yang dinyatakan lolos sebanya 210 peserta. Alhamdulillah, langkah kecilku sampai pada tahap 2 yaitu tahap Direct Assesment. Secara berkala pihak IM memberikan instruksi yang sangat jelas terkait tahap ini melalui email. Pada angkatan ini ada sedikit perbedaan, jika pada seleksi IM angkatan sebelumnya seluruh mekanisme tes dilaksanakan sehari penuh. Namun, kali ini tahap psikotes pspikostis dan studi kasus dilaksanakan di hari berbeda dengan metode online. Lalu, pada hari-H seleksi tahap 2 serangkaian tes on the spot yang dilaksanakan terdiri dari FGD, simulasi mengajar, psikotes grafis, dan wawancara. Tahap ini dilaksanakan tanggal 22 Januari 2016 di fakultas Psikologi UGM. Pada tahap ini peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dengan komposisi 5-6 orang/kelompok. Tiap 1 kelompok mengikuti tahap tes bersamaan. Saat itu aku dipertemukan kembali dengan kawan lamaku, Danish (Jogja), salah satu peserta seleksi event serupa di tahun 2015. Pada hari itu aku juga sekelompok dengan Aning (Blora), Chandra (Jogja), dan Dwi (Jepara). Bersyukur dalam kelompok kami dapat langsung menyatu dan saling memberi kesempatan satu sama lain, tanpa mendominasi, sehingga setiap proses kami lalui dengan fun. Tahap seleksi yang kami lalui waktu itu dimulai dari FGD-simulasi mengajar-psikotes grafis-wawancara. Di antara semua tahap tersebut, yang terkesan paling “gila” adalah tahap simulasi mengajar. Kami harus siap dengan segala skenario yang telah disipakan panitia dan alumni IM. Tahap itu benar-benar WOW dan paling menguras tenaga, namun kamipun melauinya dengan bersuka cita. Adapun berbagai macam scenario ini dibuat agar para calaon pengajar muda siap menghadapi berbagai macam kondisi di lapangan kelak.

Kami diberi waktu istirahat makan siang dan sholat, kemudian lanjut seleksi lagi. Tahap akhir yang kami lalui adalah wawancara. Kami menunggu dipanggil satu per satu untuk menuju ruang yang telah disediakan dan tentunya menghadap interviewer yang telah ditentukan. Ada 2 sesi wawancara yang harus kami lalui. Wawancara pertama berlangsung kira-kira selama 1 jam. Saat itu aku diwawancara oleh salah satu alumni IM bernama mas Rizky. Hal penting yang perlu diketahui saat wawancara adalah kesesuian form aplikasi dengan jawaban pertanyaan yang diberikan. Pada tahap ini terkadang kita akan dibawa pada pertanyaan-pertanyaan yang memutar, detail, dan seperti diulang-ulang. Pada tahap ini juga ada beberapa pertanyaan yang tidak ada di form aplikasi. Jadi siap-siap untuk punya ingatan yang kuat, apabila kita diminta menceritakan suatu pengalaman (khususnya organisasi) secara detail. Wawancara tahap 2 cukup dilalui selama 30 menit. Waktu itu aku diwawancara oleh pak Agung (kalau nggak salah) beliau adalah salah satu relawan IM. Pada tahap ini terasa lebih santai, karena pertanyaan yang diberikan sama persis seperti form aplikasi peserta.
Well, setelah tahapan yang cukup panjang kami lalui-dari pukul 8 pagi sampai pukul 5 sore hari-kami pun sampai di penghujung acara. Kami menyebutnya acara inti. Apalagi kalau bukan….
Taraaa..foto-foto (agenda wajib) :D


Tidak lupa setelah acara inti, kami say good bye dulu dengan panitia dan peserta. Terutama peserta 1 kelompok yang secara tak langsung telah menjadi teman baru dan relasi. Sore itu pula, di tengah rintik-rintik hujan, masing-masing dari kami pulang untuk melepas lelah. Hari itu kami mendapat banyak pelajaran dan pengalaman berharga.
>>Pada intinya, cerita ini adalah kisah perjuangan mendaftar Indonesia Mengajar. Yang harus diakui bahwa kisah ini berujung pada kisah selanjutnya yang terjadi pada tanggal 11 Februari 2016. Beberapa peserta sudah mendapat email konfirmasi bahwa mereka lolos, ada beberapa juga yang belum mendapat email. Aku salah satunya. Hingga disuatu sore, ketika mata masih ngantuk-ngatuknya, salah seorang teman mengabarkan bahwa ia sudah mendapat email dan belum dinyatakan lolos. Karena penasaran dan gelisah menunggu waktu yang cukup lama, aku pun memberanikan diri membuka email. Aku harus berbesar hati, karena aku mengalami nasib yang sama dengan temanku itu. Kami belum lolos. Namun, perjuangan kami tidak berhenti di sini. Kami masih akan terus berjuang meraih cita-cita kami. Kami sudah siap bergerak dan merealisasikan semangat muda kami untuk menempuh jalan di depan. Kami siap berjuang kembali. Kecewa memang sempat membayangi kami, namun belajar dari kegagalan-kegagalan yang kami lalui, kami pun bangkit. Tuhan mempunyai rencana yang lebih indah untuk kami.

Adapun untuk pengajar muda terpilih kami mengucapkan selamat mengabdi untuk negeri. Kami titipkan semangat juang kami bersamu, bersama kalian semua, para Pengajar Muda Angkatan XII Indonesia Mengajar. J

Wednesday, February 10, 2016

Explore Kulon Progo

31 Januari 2016

Sekian lama berlibur dari tulis-menulis blog, akhirnya sekarang bisa mengisinya kembali dengan tema jalan-jalan. Kali ini aku akan bercerita tentang Kulon Progo. Di sinilah, alkisah Explore Kulon Progo dimulai.
Perjalanan ini berawal dari ajakan mas untuk jalan-jalan lagi. Sabtu malam usai mengantarkan teman (yang mau pulang kampung) ke stasiun Tugu, aku langsung pulang ke kos untuk memasak bekal esok hari. Rencananya mau masak opor ayam, sekaligus latihan buat masak. Pukul 21.00 lebih mulai menyiapkan bahan-bahan dan akan menyalakan kompor. Namun, sepertinya kompor sedang kurang bersahabat sehingga harus bolak-bolak memanggil mbak Marmi yang tak kunjung terlihat juga. Akhirnya baru bisa masak hampir jam 22.00. Usai masak, akibat efek kopi susu jos yang dibeli saat di stasiun Tugu membuat mata sulit terpejam. Jadilah tidur hanya selama 2 jam dan terbangun kembali pukul 02.30 pagi untuk masak nasi. Singkat cerita setelah persiapan, pukul 04.30 aku pun berangkat menuju jalan Wates KM 18. Setelah sarapan dan menitipkan motor, ‘kami’ berangkat menuju destinasi pertama, yaitu puncak Suroloyo. Beruntung waktu itu aku sempat menyimpan rute perjalanan yang bisa dicari melalui mbah Google. Tentunya dibantu tanya orang sana-sini. Jalanan yang kami tempuh tergolong berat, dengan jalan yang relatif sempit dan naik turun, lengkap dengan udara dingin khas Kulon Progo.
Sekitar pukul 8 pagi kami sampai di lokasi. Kami pun mendaki tangga yang kira-kira jumlahnya 300an anak tangga. Beruntung kami sudah mengisi perut, sehingga punya cukup energi untuk mendaki sampai puncak. Untuk mengetahui gambaran puncak Suroloyo bisa baca-baca di tautan ini. Puncak Suroloyo

Sayang sekali, waktu itu berkabut, sehingga pemandangan pegunungan dan candi Borobudur yang konon dapat dilihat dari puncak ini pun tidak dapat kami nikmati. Tapi, kami tak boleh kecewa karena selalu ada ritual wajib berfoto-foto.
Usai berfoto ria, kami kembali turun menuju tempat parkir dan mulai perjalanan kembali. Oiya, di tempat ini kami hanya dipungut biaya parkir Rp 2000,-



Tujuan kedua kami adalah Kebun Teh Nglinggo yang masih terletak di satu kecamatan Samigaluh. Rute perjalanan lagi-lagi turunan dan tanjakan yang cukup tajam. Untuk menuju kebun teh ini ada beberapa papan petunjuk yang relatif kecil di persimpangan jalan menuju puncak Suroloyo (ke kanan rah puncak Suroloyo, ke kiri arah kebun teh). Kalau teman-teman ingin mengetahui rute yang lebih jelas bisa klik di tautan ini. Kebun Teh Nglinggo

Tips untuk berwisata di seputar Kulon Progo ini adalah jangan lupa searching rute perjalanan sebelum berangkat, jangan lupa kondisi kendaraan yang oke, dan jangan ragu-ragu untuk bertanya pada penduduk sekitar. It can really help us !!
Kembali ke kebun teh, memasuki area wisata ini kami disambut oleh sekelompok pemuda/warga yang mengelola wisata di desa Nglinggo tersebut. Kami membeli tiket seharga Rp 3000,-/orang. Tiket ini sudah termasuk tiket wisata ke grojogan Watu Jonggal. Namun, saat itu kami hanya mengunjungi tujuan utama kami, kebun teh.
Rupanya wisata kebun teh ini cukup hits, suasana parkiran sudah cukup ramai kendaraan dan pengunjung yang baru datang. Untuk bisa berfoto dengan background kebun teh yang bagus, kami perlu melalui jalan yang cukup menanjak. Namun hal itu terbayar segera setelah kami sampai di hamparan kebun teh dan mengambil beberapa jepretan di sana. Di sekitar kebun teh ini sduah ada beberapa warung yang menyediakan makanan dan minuman, jadi kalau sudah capek bisa mampir ke warung-warung ini untuk mengisi energi lagi.

Setelah puas mengunjungi tujuan wisata kedua, kami kembali melanjutkan perjalanan dengan rute yang berbeda dengan jalur berangkat kami. Akhirnya kami mengikuti papan penunjuk jalan dan sampailah kami di wilayah Purworejo. What ??? Ya, kecamatan Samigaluh memang berdekatan dengan wilayah Purworejo Jawa Tengah. Demi memastikan bahwa kami tidak tersesat, kami kembali berhenti untuk bertanya pada penduduk sekitar. Jalan yang kami tempuh sudah benar, dan memang untuk menuju lokasi ketiga (Waduk Sermo) memang cukup jauh dari rute ini. Kembali mengikuti papan penunjuk jalan yang terkadang tak jelas, kami juga mengikuti kendaraan di depan kami yang menurut dugaan juga menuju tujuan yang sama. Alhasil kami malah sampai di tempat wisata air terjun Kedung Pedut yang juga tak kalah ngetrend di wilayah Kulon Progo ini. Kami tak mengambil foto yang oke di tempat ini, karena cukup ramai pengunjung. Untuk review air terjun Kedung Pedut bisa baca di tautan ini. Air Terjun Kedung Pedut

Di sana kami hanya mampir sebentar dan mencuci muka dengan air “Sendang Penglarisan”, airnya segerrr…Sayangnya untuk menuju tempat ini harga tiket masuk tergolong mahal Rp 6000,-/orang dan parkir motor Rp 3000,-.
Sebelum dhuhur kami pun kembali melanjutkan perjalanan ke tujuan yang sebenarnya (Waduk Sermo dan Kalibiru). Jalan menuju wisata ini relatif lebih mudah dicari dengan kondisi jalan yang terkelola dengan lebih baik. Bahkan di beberapa sudut jalan, disediakan bapak-bapak penjaga yang bertugas memberi petunjuk kepada pengunjung supaya tidak kesasar.
Kami memutuskan untuk mengunjungi Waduk Sermo terlebih dahulu. Karena kami lewat jalur belakang (bukan lewat pintu masuk), kami pun hanya dikenakan biaya parkir sebesar Rp 2000,-Rupanya waduk ini juga cukup ramai, terbukti beberapa mobil parkir di sekitar jalan pinggir waduk. Kebanyakan wisatawan yang mengunjungi tempat wisata ini adalah keluarga. Di tempat ini juga disediakan perahu yang bisa dinaiki pengunjung dengan biaya sekitar Rp 10.000,-/orang untuk mengitari kawasan waduk. Waktu itu, kami lagi-lagi hanya mengambil foto dan memang tidak berkeinginan naik perahu. Sayang matahari yang sudah cukup terik, membuat efek backlight di foto. Hehe.

Dari kawasan waduk Sermo kami pun menuju destinasi utama (yang sudah lama diidam-idamkan), yap, Kalibiru, wisata yang lagi nge-hits di instagram. Lokasi Kalibiru tak jauh dari waduk Sermo dan mudah dicari. Untuk rute yang lebih jelas bisa mampir ke sini. Kalibiru dan Waduk Sermo

Sebelum memasuki Kalibiru kami mampir shalat dhuhur dulu di masjid dekat Kalibiru yang rupanya di pinggir jalan sudah diisi oleh beberapa kendaraan pengunjung. Masuk tempat parkir juga sangat ramai, tak heran kalau wisata ini disebit sebagai wisata laris manis. Tarif parkir di Kalibiru Rp 2000,-, sedangkan tiket masuk dipatok seharga Rp 10.000,-/orang.
Lagi, lagi, dan lagi tema jalan-jalan kali ini adalah tanjakan. Untuk menuju lokasi foto yang ngetrend di Instagram itu, kami harus berjalan kaki melewati tanjakan. Di dekat lokasi foto sudah banyak pengunjung yang antre. Adapula yang menikmati flying fox. Karena tujuan kami adalah foto-foto, kami pun menuju antrean foto. Kami memilih antre di salah satu spot foto yang dilengkapi tangga. Sebenernya ada yang lagi pengen naik pohon di spot foto lain. Demi keselamatan dan demi kebersamaan, kami pun memilih spot foto bertangga. Untuk foto di spot ini pengunjung ditarik tiket Rp 15.000,-/orang dengan durasi foto 4 menit/orang. Adapun yang berminat mengambil paket foto oleh fotografer professional, pengunjung harus membayar Rp 20.000,-/orang (dapat 4 foto). Untuk pengunjung yang ingin berhemat bisa menggunakan kamera pribadi dan meminta bantuan mas-mas fotografer untuk mengambil foto, kemudian cukup memberi tips seikhlasnya (seikhlasnya ya secukupnya ya, jangan kebanyakan, jangan kedikitan).


Akhirnyaa, setelah seharian jalan-jalan kami pun meutuskan untuk pulang. Langit pun sudah menunjukkan mendung, tanda-tanda hujan. Beruntung saat gerimis datang, kami sudah sampai di jalan Wates lagi.

NB : Jalan-jalan kali ini sangat menyenangkan, rasa capek terbayarkan dengan pemandangan alam yang indah. Hari itu juga banyak pelajaran yang bisa kami petik. Terimakasih untuk setiap perjalanan, kebersamaan, dan ketulusan hatinya melalui hari ini dengan setiap suka duka. ^_^

Ø  Perkiraan biaya :
-    Puncak Suroloyo : parkir Rp 2000,-
-    Kebun Teh Nglinggo : tiket masuk Rp 3000,-/orang; parkir Rp 2000,-
-    Air Terjun Kedung Pedut : tiket masuk Rp 6000,-/orang; parkir Rp 3000,-
-   Waduk Sermo : parkir Rp 2000,-
- Kalibiru : tiket masuk Rp 10.000,-/orang; parkir Rp 2000,-; tiket foto Rp 15.000,-/orang; tips fotografer (dirahasiakan)

Ø  Tips Wisata :
-    Sarapan dulu, bawa bekal minum
-    Pastikan kondisi kendaraan baik, perjalanan paling mudah dijangkau menggunakan motor
-    Pastikan sudah membaca referensi wisata sebelum berangkat
-    Simpan rute jalan, jangan segan bertanya pada orang
-     Asyik wisata, jangan lupa ibadahnya J



Jalan-jalan di GLZoo

6 Desember 2015

GLZoo bukan nama yang asing lagi bagi yang tinggal atau pernah berkunjung ke Jogja. Tempat wisata ini banyak didatangi wisatawan lokal dan internasional. Kebun binatang ini akan dipenuhi pengunjung terutama di musim liburan. Kebetulan Desember kemarin sudah mulai menjelang liburan sekolah. Tak heran jika waktu itu GLZoo padat pengunjung.
Sebenarnya tahun lalu (awal 2014) sudah pernah berkunjung ke GLZoo dalam rangka mengikuti kegiatan Jogja Green Runners (JGR). Dengan membayar sebesar Rp 35.000,- saat itu aku dan teman-teman rumpi Fisika sudah dapat tiket masuk, kaos JGR, dan paket petualangan memperingati event Earth Hour tahun itu.

Nah, tahun ini (akhir 2015) diberi kesempatan berkunjung ke GLZoo lagi. Tapi kali ini eventnya berbeda, karena menemani seseorang yang minta ditemani ke acara Zoophoria. Hehe.
Baru kunjungan kali ini, bisa berkeliling santai melihat satwa koleksi GLZoo, tanpa harus berlari-lari seperti tahun lalu di event JGR (tapi seru jugaa !!)

Jalan-jalan rasanya kurang lengkap ya kalau belum foto-foto.
Setelah cukup berkeliling dan foto-foto, kami pun kembali ke dekat pintu masuk untuk mengambil jatah makan. Saat itu hujan pun turun dan kami menunggu sampai hujan reda, kemudian pulang.

>>Info tentang GLZoo : Gembira Loka Zoo


NB : Terimakasih untuk semuanya
Quotes of the day : “Hujan memberikan banyak pelajaran.”

Journey to Mangunan

22 November 2015

Tulisan ini seharusnya ditulis sejak November tahun lalu. Namun, semangat nulis baru muncul lagi. Cerita kali ini adalah jalan-jalan ke Imogiri. Yap, destinasi wisata kali ini adalah Kebun Buah Mangunan dan Hutan Pinus Mangunan.
Dua tempat wisata ini sedang menjadi incaran wisatawan yang didominasi pemuda. Sebabnya, tak lain dan tak bukan karena lokasinya strategis untuk berfoto. Hasil jepretan yang didukung kamera yang mumpuni akan menghasilkan gambar yang menarik dan hits di Instagram. Di sisi lain, banyak wisatawan yang tertarik menikmati sunrise dan sunset (terutama di Kebun Buah Mangunan). Sedangkan Hutan Pinus sendiri banyak digemari karena cocok menjadi lokasi foto yang unik dan menyerupai film Twilight. Hutan pinus sendiri kini telah menjadi objek foto prewedding yang recommended.


Untuk sampai ke tempat wisata ini pun relatif mudah. Sudah banyak postingan yang memuat rute perjalanan menuju tempat wisata yang saling berdekatan ini. Salah satu informasi tentang tempat wisata ini bisa membaca link berikut.

>>LINK :

Saat itu kami berangkat dari Jogja usai subuh, kira-kira pukul 5 pagi. Rencanya kami ingin mengejar sunrise, namun tak dapat sunrise pun tak apa, yang terpenting sudah menginjakkan kaki di sana. Destinasi pertama kami adalah Kebun Buah Mangunan. Tidak seperti namanya, kebun buah ini bukan objek utama, karena wisatawan lebih berminat menikmati pemandangan di gardu pandang. Untuk menuju gardu pandang ini, pengunjung dapat berjalan kaki di jalanan yang relatif menanjak atau dapat menyusuri anak tangga yang tersedia. Ada juga tempat parkir yang lebih dekat dengan gardu pandang, namun alangkah lebih baik untuk menghemat bensin dan menjaga kesehatan kendaraan sekaligus berolahraga pagi dengan jalan kaki santai. Karena rasa lelah berjalan akan segera terbayar setelah sampai di gardu pandang dan disambut udara pagi nan sejuk, yang tidak lama kemudian disambut oleh hangatnya mentari. Hyaa.
Setelah bersantai di gardu pandang, kami kembali turun ke bawah dan istirahat sejenak untuk menikmati bekal makanan yang kami bawa (sekaligus ramuan jeruk nipis sebagai obat flu). Setelah itu, kami pun bersiap menuju Hutan Pinus.
Kami sempat kebablasan karena tak jeli membaca papan petunjuk menuju Hutan Pinus. Setelah bertanya kepada bapak-bapak kami kembali lagi menuju jalan yang sempat terlewat. LOL !!
Di hutan pinus banyak disediakan tempat duduk dan beberapa rumah pohon (semacam gardu pandang di atas pohon). Waktu itu kami tak sempat naik rumah pohon karena penuh ditempati pengunjung lain. Di sekitar lokasi juga ada anak-anak yang bermain ayunan dan pengunjung lain yang sama-sama sibuk mengambil foto. Kami pun tak mau kalah. Selain berfoto pengunjung juga dapat ngobrol dan bersantai ria menikmati udara sejuk di bawah rindangnya pohon pinus.
Oke, tanpa mengurangi semangat menulis, tulisan kali ini sengaja dibuat sesingkat mungkin. Jadi langsung saja ke foto-foto yang ‘kami’ dapat di dua lokasi ini yaa


NB : Berhubung waktu itu habis kemarau panjang, jadi pemandangan hijau-hijauannya terasa kurang, hehe

Quotes of the day :
“If we stop asking for perfection, God will bless us with many meaningful things.”





>>Perkiraan biaya :
-  Kebun Buah Mangunan : tiket masuk Rp 5000,-/orang
(sudah termasuk parkir)
-  Hutan Pinus Mangunan : parkir Rp 3000,-
(tidak dipungut biaya tiket masuk)

>>Tips Wisata :
-  Sarapan dulu, bawa bekal minum
-   Pastikan kondisi kendaraan baik, perjalanan paling mudah dijangkau menggunakan motor
-  Pastikan sudah membaca referensi wisata sebelum berangkat
-   Simpan rute jalan, jangan segan bertanya pada orang
-  Asyik wisata, jangan lupa ibadahnya !

Thursday, June 12, 2014

Sugu ni modorimasu (Segeralah pulang !)

Alhamdulillah meski sederhana cerpen ini bisa dimuat dalam antalogi cerpen "Belati Tembaga" (Lomba Cerpen Nasional yang diadakan Komunitas Mahasiswa Sastra Indonesia FIB UGM 2013)
Semoga bisa menjadi bacaan yang bermanfaat dan inspiratif. Aamiin.
Tetap semangat berkarya !!!

Judul: Belati Tembaga
Penulis: Ahmad Ijazi H dkk
Penerbit: Pustaka Jingga
ISBN: 978-602-7880-57-3
Desain cover: Nur Hanifah
Tebal: 152 hlm ;14x20




Sugu ni modorimasu
(Segeralah pulang !)

            Utrecht. Mentari terbit, menyambut hangat sang pagi. Ia membuka jendela kamarnya dan menengok keluar. Orang-orang sudah ramai memenuhi kanal-kanal. Kano-kano mulai beroperasi menjalankan aktivitasnya. Bel sepeda satu per satu berdering setiap kali melewati belokan jalan.
Hari ini rindu itu akan terobati. Perjuangan itu akan terbayar. Ia mengalihkan pandangan ke dalam kamarnya lagi. Potret itu masih terpajang di meja belajarnya. Ia mendekat, membersihakan kaca pigura kecilnya.
            Masih terngiang dalam ingatannya. Gadis cilik itu berari-lari di bawah pohon beringin kembar. Di tengah alun-alun kota. Ia terus berlari, mengejar abangnya yang usil mengerjainya. Ia masih terus berlari, ketika bapak dan ibunya memanggil.

            “ Ayo, ayo, Arka, Andaru pulang dulu Nak, nanti dimarahi bapak lho!”, wanita paruh baya itu menggiring anaknya pulang ke rumah, hari sudah menjelang maghrib.
           
            Kedua bocah itu berhenti berlari. Keduanya menuruti sang ibu dan segera pulang. Kedua kakak beradik itu mengikuti sang ibu dari belakang. Berjalan sekitar satu kilometer dari alun-alun selatan menuju rumahnya.
            Adzan maghrib pun berkumandang. Dari bilik bambu itu keluarlah empat orang dengan wajah segar siap menuju masjid. Jalanan tampak ramai. Saat itu orang-orang kampung tengah berbondong menuju Masjid Agung, dekat alun-alaun utara. Ya, kedua bocah itu memang suka bermain agak jauh dari rumah, ke dekat Sasana Hinggil, terutama di bawah pohon beringin kembar itu.
            Keempat orang dari bilik itu sampai di Masjid Agung bertepatan saat iqomah. Dua di antaranya masuk lewat pintu sebelah kiri, dua lagi masuk lewat pintu sebelah kanan. Demikian pula saat mereka pulang. Mereka berempat kembali bersama menuju bilik mereka.
            Dengan penerangan lampu minyak dalam bilik bambu itu, keempatnya bersama menikmati sisa sore hari sambil mendengarkan radio RRI Jogja. Sementara si ibu sibuk di dapur mengangkat nasi dari tungku. Menyiapkan menu sayur singkong dan sambal bawang. Wanita itu memanggil-manggil putrinya untuk membantu. Sementara sang ayah setia mendengarkan siaran radio bersama anak laki-lakinya.
            Tak berapa lama, menu makan malam itu datang. Keempatnya menikmati makan malam bersama dalam suasana remang diiringi suara sinden dalam siaran radio.

“ Buk, kapan rumah kita nggak gelap lagi?”, seloroh gadis cilik itu.

“ Besok ya Andaru, kalau ibu dapat jatah mbatik banyak dan bapak bisa bikin bakpia banyak sekali.”, katanya dalam sesungging senyum.

            Lelaki itu, seketika menghentikan makannya. Dilihatnya anak perempuan, bintang kecilnya yang berkali-kali menyakan hal yang sama. Dielusnya rambut anak itu penuh sayang. Sedang si kakak menunduk diam. Meraka kembali melanjutkan makan malam.
            Dan begitulah hari-hari berlalu, hingga kedua kakak beradik itu tumbuh dewasa. Sudah ada perkembangan. Bilik bambu di sudut kota itu berubah menjadi rumah bertembok beton ukuran kecil dan diterangi oleh sinar lampu neon. Dan masih dengan kebiasaan yang sama. Makan malam bersama, pergi ke masjid bersama. Dan kedua kakak beradik itu masih tetep seperti biasa, berkejar-kejaran di bawah pohon beringin alun-alun kota.
            Ia kembali tersenyum mengingat kelucuan dan perjuangan masa lampau itu. Tak terasa sudah begitu lama. Ia merindukan saat-saat itu kembali. Di rumah kecil, namun penuh suasana keluarga yang hangat. Ia kembali mengingat kapan terakhir kalinya ia memeluk kedua sosok bapak dan ibunya, juga kakaknya.
            Di suatu pagi, bapak sudah berangkat ke pabrik. Dengar-dengar ada pesanan bakpia dari Jakarta. Bapak yang bekerja sebagi buruh di pabrik bakpia begitu menyukai profesinya. Ia membuat bakpianya dengan segenap hati, demi istri dan kedua anaknya yang kini duduk di bangku kuliah.
Sedang si ibu baru saja menjemur kain batiknya. Sudah jadi, tinggal tunggu kering. Rencananya kain batik itu akan dikumpulkan pada juragannya.
            Ia masih ingat bagaimana, sang ibu berjuang dengan tangan seninya, membuat pola-pola batik nan indah dengan canting dan malamnya. Ia masih ingat betul sang ayah yang tak kenal lelah pulang pergi rumah-pabrik untuk membuat bakpia, juga kadang menjadi kuli panggul di pasar Beringharjo dan Kranggan. Hingga tahun-tahun pun berlalu ibunya bisa secara mandiri membuat batik, tak bergantung pada bosnya. Meski cobaan masih terus ada, mengusik kebahagiaan sang ibu, ketika kain-kain batik itu diinjak-injak oleh orang-orang yang tak suka.
            Kini, siapa tahu berkat batik dan bakpia itu keduanya telah berada di negeri mantan penjajah, negeri kincir angin-Belanda dan negeri sakura-Jepang.
Kini,genap empat tahun sudah Andaru di negeri tulip. Empat tahun ia habiskan waktunya di Utrecht University. Baginya di negeri tulip ini ia masih bisa merasa dekat dengan tanah air. Bilamana ia merindukan masakan kampung halaman, ia masih bisa menjumpainya dengan mudah. Bilamana ia merindukan negerinya ia masih bisa melihat kenangan-kenangan sejarah di berbagai museum.
            Berbeda dengan Arka. Negeri sakura sungguh jauh berbeda. Nyaris tak ia temui barang-barang dari Indonesia. Hampir sepuluh tahun tinggal di sana, sama sekali belum ada perubahan. Kadang ia meringis kesakitan. Membayangkan banjirnya produk negeri sakura di negerinya, sedang sebaliknya yang ia lihat di negeri sakura. Yang ia jumpai adalah deretan katakana, hiragana , dan kanji. Kadang ia merindukan negerinya.
            Belum lagi, rasa sedih dan sakitnya yang masih terkenang. Lima tahun yang lalu ia pulang ke negerinya. Ia berharap bisa memberikan karyanya untuk negerinya, namun sayang keinginan mulianya itu belum terwujud. Kini ia hanya bisa menangis dalam hati, melihat karya agungnya mengudara di antariksa. Dan begitulah hidupnya berlanjut di negeri samurai ini. Seolah ia bergantung padanya. Pada setiap paper dan jurnal penelitiannya. Ia menangis setiap kali merindukan kampung halamannya.

Di sebuah laboratorium Tokyo University
Laki-laki itu mengangkat telpon untuknya.

“ Moshi..moshi..”
“ Assalamualaikum..Sensei”, suara merdu itu sangat dikenalnya.
“ Andaru..”
“ Mas, studi dan penelitianku sudah selesai, seminggu lagi aku akan pulang”
“ Syukurlah”
“ Mas Arka kapan pulang?”
“ Bukankah tahun ini tahun terakhir di Tokyo….?”
“ Aku tak yakin, aku terlibat proyek Hayabusa 2.”

            Mendengar jawaban kakaknya, gadis itu tak tinggal diam. Ia masih menyimpan harapan agar kakaknya pulang. Ia ingin harapannya masa kecilnya terwujud, mereka berdua menjadi ilmuwan di tanah air tercinta. Namun, cerita lewat telepon itu terus berlanjut, bagaimana rencana sang kakak akan menghabiskan waktunya ke depan.

“ Kurasa aku tahu bagaimana perasaan Habibie.”

Pernyataan itu mengetuk pintu hatinya. Gadis itu sedih mendengar sang kakak mengatakannya. Ia sungguh berharap kakaknya segera menyusulnya pulang.

“ Aku sungguh berterima kasih, di Jepang aku bisa menghasilkan banyak karya.”

Satu lagi, pernyataan itu, semakin menyayat hati kecilnya. Dengan kata sopan gadis itu menutup telponnya. Tak kuasa mendengar cerita kakaknya. Airmatanya menetes. Dan siapa yang tahu, laki-laki itu juga demikian keadaannya.
***
            Andaru melangkahkan kakinya ke dekat lemari kecil di sudut kamarnya. Dibukalah lemari itu, diambillah sebuah kotak kardus bersampul coklat. Sebuah kiriman dari Jogja. Ia membukanya.
Beberapa menit kemudian ia sudah berada di kampus dengan motto  "Sol Iustitiae Illustra Nos" "Sun of Justice, shine upon us”,Utrecht University.
            Ia langkahkan kakinya menuju podium. Ia tampak anggun dengan kemeja batik yang dikenakannya. Ya, kemeja itu kiriman ibunya dari Jogja. Ia sudah berikrar akan mengenakan kemeja itu saat upacara wisuda. Dengan lantang ia mengungkapkan kebahagian akan kelulusannya.
            Ia pun pernah berikrar ia akan segera kembali ke Indonesia selepas lulus dari Utrecht. Ia ingin menepati janjinya. Ia akan menjadi ilmuwan di negerinya, ya itulah janjinya. Janji yang mungkin menyisakan sedikit kepedihan jika ia mengingat kakaknya.
***
            Kapan proyek Hayabusa selesai? Itu tanya dalam hatinya. Sungguh setahun berjalan begitu cepat. Ia sudah kembali ke kampung halamannya, memenuhi janjinya. Namun itu masih kurang lengkap baginya. Janji itu belum jua terpenuhi. Sang kakak belum pulang ke tanah air.
            Hayabusa. Ia ingat pernah menonton film itu. Siapa sangka, sang kakak kini terlibat dalam proyek itu. Karya kakaknya ikut mengudara bersama satelit luar angkasa milik JAXA(Japan Aerospace exploration Agency) dengan tujuan meneliti asteroid Mars itu. Itulah yang menyebabkan kakaknya tak segera pulang. Di sisi lain ia sangat sedih jika mengingat kakaknya yang terkesan begitu bahagia di negeri sakura.
Masih ingatkah kakaknya pada janji mereka? Janji bahwa keduanya akan menjadi ilmuwan di negeri ini. Janji yang disaksikan pohon beringin alun-alun kota.

“ Aku akan menjadi ilmuwan fisika di Indonesia. Nanti aku akan menemukan teknologi baru dan mengajak bersama bangsa Indonesia untuk lebih maju,” teriak Andaru waktu itu.
“ Aku akan menjadi ahli astronomi!! Nanti astronomi Indonesia akan lebih maju dari Rusia, Amerika, dan Jepang,” teriak Arka.
“ Tapi, Mas nanti kalau mimpi kita terwujud, kita bisa sekolah di luar negeri, kita harus berjanji kita akan membawa pulang karya kita ke Indonesia.”
“ Janji!!”, keduanya berikrar penuh semangat.

            Ia terus terngiang akan janji itu. Belum lagi ibu dan bapaknya yang semakin bertanya-tanya kapan putranya kembali. Ia pun hanya berharap sang kakak segera pulang memenuhi janji mereka pada tanah airnya. Sekali lagi ia hanya berharap.

Yogyakarta, 1 Januari 2014
Untuk mas Arka,
            Assalamualaikum, salam hangat dari kampung halaman tercinta. Semoga mas Arka senantiasa sehat walafiat.
Mas, bapak dan ibu setiap hari menanyakan kapan mas Arka akan pulang.
Kudengar proyek Hayabusa akan diluncurkan tahun 2014 ini, yang ingin kutanyakan apa mas Arka akan bertahan di Jepang sampai proyek itu selesai tahun 2020?
Ya, memang berat terikat kontrak dengan JAXA. Tapi tidakkah kau ingat pada janji kecil kita?
Tapi bagaimanapun juga kau masih yakin kau ingat pada janji itu, mungkin belum waktunya saja.
            Oya, kudengar namamu kini sudah menggema di Indonesia. Kau begitu terkenal sekarang, bahkan bangsa Indonesia juga mengharapkan kau pulang. Kau sudah berhasil menjadi kebanggaan Indonesia.
            Meski begitu, aku bisa merasakan posisimu sekarang, kami tak bisa berbuat banyak. Kuharap ka uterus berkarya dan kelak pulang ke tanah air untuk memenuhi janji kita.
            Ini ada sekedar kiriman dari bapak dan ibu, mereka ingin kau selelu mengingat Indonesia darinya. Aku juga mengirimu sebuah file lagu yang menjadi kesukaanmu. Semoga kau segera mendengarkannya.
Sugu ni modorimasu. Kami harap kau segera pulang.

Salam hangat keluarga dan Indonesia,
Andaru.

            Lelaki itu baru saja menerima paket dari Indonesia. Ia membuka kardus kecil itu dan membaca surat yang ada di dalamnya. Ada kiriman dari bapak, ibu, dan adiknya. Ia membukanya satu persatu. Sebuah kemeja batik yang dibuat dari tangan terampil sang ibu, beberapa kotak bakpia dari tempat bapaknya bekerja, dan sebuah flashdisk dari adiknya. Ia terharu menerimanya, seolah ia bisa merasakan kampung halamannya.
            Penasaran dengan pesan sang adik, ia pun mengambil laptopnya. Begitu ia membuka file flashdisknya hanya ada satu file di sana. Ia pun membukanya. Seketika hatinya terhenyak, bergetar begitu mendengarnya. Perlahan airmatanya menetes dan tak ada seorang pun yang tahu, kecuali hati kecilnya.

Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala, tetap di puja-puja bangsa
Di sana tempat tempat lahir beta, dibuai di besarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua, sampai akhir menutup mata…
Sungguh indah tanah air beta, tiada bandingnya di dunia
Karya indah Tuhan Maha Kuasa
Bagi bangsa yang memujanya
Indonesia ibu pertiwi, Kau kupuja kau kukasihi
Tenagaku bahkan pun jiwaku
Kepadamu rela kuberi…

            Melodi indah itu menggema dalam kamar kecilnya. Terus mengalir, berulang-ulang dalam melodi yang masih sama. Menjadi saksi tangisnya yang merindukan tanah air tercinta. Rasa rindu yang masih akan ia tahan enam tahun ke depan, menunggu waktu untuk pulang, untuk memenuhi janjinya.

#van Giezt

Kisah ini terinspirasi oleh ilmuwan-ilmuwan Indonesia yang berjaya di luar negeri, seperti :
Prof. Dr.-Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie presiden ketiga Indonesia, penerima Award von Karman (1992) di bidang kedirgantaraan yang setara dengan Hadiah Nobel, Edward Warner Award, peraih gelar Doktor Kehormatan (Doctor of Honoris Causa) dari berbagai Universitas terkemuka dunia antara lain Cranfield Institute of Technology dan Chungbuk University. Mendesain beberapa proyek pesawat terutama yang paling terkenal N-250, pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman.
Dr.Warsito, penemu teknologi pemindai atau Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) 4 dimensi pertama di dunia, pemilik paten ECVT yang didaftarkan di dokumen paten Amerika Serikat.Teknologi tersebut kini dipakai oleh Badan Antariksa Amerika Serikat atau National Aeronautics and Space Administration (NASA).
Prof . Dr. Mezak Arnold Ratag, penemu Planetary Nebula Cluster, penerima penghargaan The International Astronomical.
Josaphat T.S Sumantyo, penemu radar 3 dimensi peraih berbagai penghargaan dariChiba University. The Society and Control Engineers (SICE) remote Sensing Division Award.
Dr. Johny Setiawan, penemu planet baru HIP 13044b, lulusan doktor termuda di Albert-Ludwigs Universitas, Greiburg, Jerman. Satu-satunya ilmuwan non Jerman yang menjadi Ketua Tim Proyek Max Planck Institute for Astronomy, di Heidelberg, Baden-Württemberg, Jerman sejak tahun 2003.
Prof. Dr. Khoirul Anwar, pemilik paten di Jepang atas sistem telekomunikasi 4G berbasis OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) yang kini bekerja di Nara Institute of Science and Technology, Jepang.
Dr. Eng. Eniya Listiani Dewi, penemu Membran Sel Bahan Bakar, doctor of Engineering lulusan dari Waseda University Tokyo Jepang.
Dr. Yogi Ahmad Erlangga, penemu rumus matematika berdasarkan persamaan Herlmholtz guna pencarian sumber minyak bumi, peraih gelar doktor dari Universitas Teknologi Delft, Belanda.
Dan ilmuwan lain yang belum tersebut namanya, yang mungkin tengah merindukan tanah air tercinta, Indonesia.