Sunday, December 23, 2012

“ You Cook, I Eat “ Perjalanan Sejarah Makanan


Kamis, 20 Desember 2012 @ Taman Budaya Yogyakarta

            Hari ini menjadi sebuah perjalanan yang menyenangkan. Kurang lebih seminggu yang lalu kulihat poster di papan pengumuman MU (baca : MIPA Utara UGM) tentang event pameran makanan. Awalnya, kukira bakal ada pameran makanan atau jajanan dan sebagainya, mengingat temanya adalah “You Cook, I Eat”. Karna nampaknya event ini menarik, aku pun mengajak temanku, Hanna dan Ula untuk berkunjung ke pameran itu. Dan karna sesuatu hal,  aku hanya pergi dengan Hanna.
            Perjalanan dimulai saat matahari benar-benar terik. Dengan bus jalur 4, akhirnya kami sampai di jalan Malioboro, tepatnya di sekitar pasar Beringharjo. Turun dari bus kota, kami berjalan kurang lebih 200 meter untuk sampai di Taman Budaya. Jalan menuju Taman Budaya bisa dibilang ramai, maklum karena masih termasuk dalam kompleks pasar Beringharjo. Hanya beberapa menit akhirnya kami sampai di tempat tujuan. Taman Budaya masih nampak sepi, belum banyak pengunjung. Di pintu depan terdapat spanduk bertuliskan nama event ini. Akhirnya, kami menitipkan tas di pintu masuk dan segera bergegas ke tempat pameran.
Pintu masuk tempat pameran dihias dengan jerami-jerami padi serta memperlihatkan nuansa bertemakan pertanian.
            Awalnya kami mengira akan ada stand-stand makanan di dalam, namun setelah menelusurinya…yang kami jumpai ternyata lebih menarik daripada makanan. Pemandangan pertama tertuju pada kebun mini yang ditampilkan tepat di hadapan pintu masuk. Pada kebun mini itu terdapat berbagai tanaman sayuran seperti terong, bayam, seledri, dsb. Dari kiri pintu pameran disuguhkan bermacam-macam alat-alat makan dan alat-alat masak tempo dulu. Pada dinding dihiasi dengan berbagai lukisan bertemakan pertanian, makanan, dan sejarah perkembangan budaya tentang makanan. Tidak hanya sejarahnya di Indonesia, tapi juga negara lain, terutama era Belanda dulu.
            Bagi penikmat barang-barang antik dapat menjumpainya di setiap etalase yang ditempatkan di berbagai sudut ruang pameran. Alat-alat makan dan alat-alat masak dari Indonesia, Cina, dan Eropa ada di sini. Berbagai miniaturnya juga ikut dipajang. Banyak lukisan dan gambar yang bertemakan makanan menghiasi ruang pameran. Bahkan ada juga bungkus makanan tempo dulu yang ikut di pajang yang menunjukkan perkembangan berbagai produk makanan yang ada saat ini.

( Foto : @ruang pameran )

            Di bagian barat ruang pameran terdapat bermacam-macam tungku dengan bahan bakar khas. Ada tungku dengan bahan bakar kayu, ada juga limbah bekas penggergajian kayu dan arang.
Di sudut utara ruang pameran, tak jauh dari tungku-tungku ini ada miniatur dapur tradisioanal beratap daun kelapa kering (baca: blarak, bahasa jawanya). Yang menarik adalah di “pondok” dapur itu juga dilengkapi dengan alat masak lengkap. Tungku kayu, dandang tembaga, dll (kalau disebutin satu-satu susah, karena menggunakan istilah dalam bahasa Jawa). Di depan pondok itu juga terdapat berbagai contoh rempah-rempah. Maklum, zaman sekarang ini sangat jarang generasi muda yang mengetahui secara pasti bentuk rempah-rempah meski sudah sering mendengar namanya. Dari pameran seperti inilah, pengunjung akan semakin tahu tentang aset berharga negeri ini yang selama masa penjajahan menjadi perebutan bangsa-bangsa asing.

            Masuk ke pondok dapur itu, suasana tradisional makin terasa. Berbagai bahan makanan digantung di atap dapur seperti tradisi masyarakat tradisional. Bagiku, rasanya seperti sedang pulang ke kampung halaman, tepatnya ke rumah mbah bertahun-tahun yang lalu. Bahkan di dekat dinding luar pondok dapur juga disandarkan alat bajak tradisioanal yang terbuat dari kayu. Hal ini makin melengkapi nuansa pertanian di Indonesia, yang sampai saat ini juga masih diterapkan di berbagai daerah. Suasana pedesaan makin terasa dengan pohon-pohon pisang yang di tempatkan di kanan-kiri pondok dapur. Dari jauh pondok itu seperti dibangun di tengah-tengah kebun, tempat petani mencari penghidupannya melalui bercocok tanam.

( Foto: dapur tradisional )

            Setelah puas berfoto di area pondok, kami pun meneruskan berkeliling. Di tengah ruang pameran ternyata juga ada kebun mini lagi. Di kebun mini itu ditanami padi. Pertama masuk, kami tak tahu dari mana kicauan burung yang turut serta menghidupkan nuansa pertanian ini, dan ternyata… burung-burung pipit memang sengaja diikut sertakan dalam pameran ini. Burung-burung itu hinggap di padi-padian (persis seperti suasana di persawahan). Selain yang sudah kutulis lagi sebenarnya masih banyak yang dapat dijumpai di pameran ini, seperti majalah-majalah lama yang memuat menu-menu makanan tempo dulu dan juga berbagai macam cangkir bir yang digunakan di Eropa. Akhir dari ruang pameran ini adalah tempat di mana terdapat miniatur perairan tradisional. Seperti suasana perairan di pedesaan yang juga dilengkapi dengan hiasan-hiasan bambu.

            Masih penasaran dengan tema event ini, kami pun menyusuri apa yang bisa di dapat di luar ruang pameran. Hari pun semakin sore, Taman Budaya mulai ramai pengunjung. Teras taman Budaya mulai ramai dengan para pedagang, baik yang menjual makanan maupun souvenir. Di teras inilah ternyata, tema “You Cook, I Eat” mulai terasa. Beberapa pedagang menjual produk makanannnya. Ada juga semacam presentasi pembuatan tempe dari Museum Tani. (lihat foto di bawah ini)

( Foto: presentasi pembuatan tempe Museum Tani )

            Sebagai pelengkap kunjungan kami ke pameran ini, kami membeli beberapa souvenir. Souvenir yang dijual cukup beragam dan menarik. Ada juga stand yang sengaja menjual macam-macam mainan tempo dulu(mengingatkan saat masa-masa SD dulu) (baca: bongkar pasang, kipas kertas, yoyo, dan apa ya namanya aku lupa-balon tiup yang wadahnya seperti cat air -_-”, dll).

( Foto : souvenir-kerajinan flannel )

            Jadi, intinya sulit diungkapakan dengan tulisan ini, yang jelas pameran seperti ini merupakan pameran yang jarang bisa ditemui. Banyak sisi positif dari pameran ini selain sebagai acara mengisi waktu luang di tengah kesibukan kuliah. Pameran ini dapat menjadi media generasi muda terutama untuk mengetahui perkembangan pangan Indonesia dan negara lainnya. Tak hanya itu, untuk sebagian orang juga dapat mengetahui secara langsung bahan-bahan masakan tradisional, bukan sebagai bumbu instan yang banyak dijumpai di toko dan supermarket. Bagi pengunjung yang rindu dengan masa kecil yang banyak terlupakan karena kecanggihan teknologi, juga dapat memenuhi rasa rindunya di pameran ini.
            Menurutku, pameran seperti ini sangat menarik, ya meski belum sepenuhnya mengikuti serangkaian acaranya. Konon, baca di koran, akan ada demo masak juga oleh Chef ternama. Pameran ini dilaksanakan mulai tanggal 16-26 Desember 2012 di taman Budaya Yogyakarta. Bagi sobat readers yang ingin melihat-lihat masih ada waktu, sekalian bisa mampir ke Benteng Vredeburg yang bangunannya tepat di belakang Taman Budaya ini. Pameran ini bisa jadi alternatif untuk mengisi akhir tahun yang bermanfaat. ^_^
            -----Hari ini merupakan kesempatan untuk belajar jadi “tour guide” mini-agro wisata, berbekal pengetahuan tentang rempah-rempah dan tradisi memasak dari kampung halaman-----
#meski kalimat per kalimat dalam tulisan ini kurang bisa mewakili keistimewaan yang ada dan terkesan kurang rapi, tapi harapannya sobat readers maupun writer sendiri bisa menuangkan kisah-kisahnya ke dalam sebuah tulisan. So, “Jadikan setiap perjalanan dan petulanganmu sebagai sebuah kenangan yang tak terlupakan, abadikan dalam sebuah tulisan, dokumentasikan dalam gambar, dan ambil setiap hikmahnya.”

Salam Semangat !!!
Er van Giezt








No comments:

Post a Comment