Kamis, 20 Desember 2012 @ Taman Budaya Yogyakarta
Hari
ini menjadi sebuah perjalanan yang menyenangkan. Kurang lebih seminggu yang
lalu kulihat poster di papan pengumuman MU (baca : MIPA Utara UGM) tentang
event pameran makanan. Awalnya, kukira bakal ada pameran makanan atau jajanan
dan sebagainya, mengingat temanya adalah “You Cook, I Eat”. Karna nampaknya
event ini menarik, aku pun mengajak temanku, Hanna dan Ula untuk berkunjung ke
pameran itu. Dan karna sesuatu hal, aku
hanya pergi dengan Hanna.
Perjalanan
dimulai saat matahari benar-benar terik. Dengan bus jalur 4, akhirnya kami
sampai di jalan Malioboro, tepatnya di sekitar pasar Beringharjo. Turun dari
bus kota, kami berjalan kurang lebih 200 meter untuk sampai di Taman Budaya.
Jalan menuju Taman Budaya bisa dibilang ramai, maklum karena masih termasuk
dalam kompleks pasar Beringharjo. Hanya beberapa menit akhirnya kami sampai di
tempat tujuan. Taman Budaya masih nampak sepi, belum banyak pengunjung. Di
pintu depan terdapat spanduk bertuliskan nama event ini. Akhirnya, kami
menitipkan tas di pintu masuk dan segera bergegas ke tempat pameran.
Pintu masuk tempat pameran dihias dengan
jerami-jerami padi serta memperlihatkan nuansa bertemakan pertanian.
Awalnya
kami mengira akan ada stand-stand makanan di dalam, namun setelah
menelusurinya…yang kami jumpai ternyata lebih menarik daripada makanan.
Pemandangan pertama tertuju pada kebun mini yang ditampilkan tepat di hadapan
pintu masuk. Pada kebun mini itu terdapat berbagai tanaman sayuran seperti
terong, bayam, seledri, dsb. Dari kiri pintu pameran disuguhkan bermacam-macam
alat-alat makan dan alat-alat masak tempo dulu. Pada dinding dihiasi dengan
berbagai lukisan bertemakan pertanian, makanan, dan sejarah perkembangan budaya
tentang makanan. Tidak hanya sejarahnya di Indonesia, tapi juga negara lain,
terutama era Belanda dulu.
Bagi
penikmat barang-barang antik dapat menjumpainya di setiap etalase yang
ditempatkan di berbagai sudut ruang pameran. Alat-alat makan dan alat-alat
masak dari Indonesia, Cina, dan Eropa ada di sini. Berbagai miniaturnya juga
ikut dipajang. Banyak lukisan dan gambar yang bertemakan makanan menghiasi
ruang pameran. Bahkan ada juga bungkus makanan tempo dulu yang ikut di pajang
yang menunjukkan perkembangan berbagai produk makanan yang ada saat ini.
( Foto : @ruang pameran )
Di
bagian barat ruang pameran terdapat bermacam-macam tungku dengan bahan bakar
khas. Ada tungku dengan bahan bakar kayu, ada juga limbah bekas penggergajian
kayu dan arang.
Di sudut utara ruang pameran, tak jauh dari
tungku-tungku ini ada miniatur dapur tradisioanal beratap daun kelapa kering
(baca: blarak, bahasa jawanya). Yang menarik adalah di “pondok” dapur itu juga
dilengkapi dengan alat masak lengkap. Tungku kayu, dandang tembaga, dll (kalau
disebutin satu-satu susah, karena menggunakan istilah dalam bahasa Jawa). Di
depan pondok itu juga terdapat berbagai contoh rempah-rempah. Maklum, zaman
sekarang ini sangat jarang generasi muda yang mengetahui secara pasti bentuk
rempah-rempah meski sudah sering mendengar namanya. Dari pameran seperti
inilah, pengunjung akan semakin tahu tentang aset berharga negeri ini yang
selama masa penjajahan menjadi perebutan bangsa-bangsa asing.
Masuk
ke pondok dapur itu, suasana tradisional makin terasa. Berbagai bahan makanan
digantung di atap dapur seperti tradisi masyarakat tradisional. Bagiku, rasanya
seperti sedang pulang ke kampung halaman, tepatnya ke rumah mbah bertahun-tahun yang lalu. Bahkan di
dekat dinding luar pondok dapur juga disandarkan alat bajak tradisioanal yang
terbuat dari kayu. Hal ini makin melengkapi nuansa pertanian di Indonesia, yang
sampai saat ini juga masih diterapkan di berbagai daerah. Suasana pedesaan
makin terasa dengan pohon-pohon pisang yang di tempatkan di kanan-kiri pondok
dapur. Dari jauh pondok itu seperti dibangun di tengah-tengah kebun, tempat
petani mencari penghidupannya melalui bercocok tanam.
( Foto: dapur tradisional )
Setelah
puas berfoto di area pondok, kami pun meneruskan berkeliling. Di tengah ruang
pameran ternyata juga ada kebun mini lagi. Di kebun mini itu ditanami padi.
Pertama masuk, kami tak tahu dari mana kicauan burung yang turut serta
menghidupkan nuansa pertanian ini, dan ternyata… burung-burung pipit memang
sengaja diikut sertakan dalam pameran ini. Burung-burung itu hinggap di
padi-padian (persis seperti suasana di persawahan). Selain yang sudah kutulis
lagi sebenarnya masih banyak yang dapat dijumpai di pameran ini, seperti
majalah-majalah lama yang memuat menu-menu makanan tempo dulu dan juga berbagai
macam cangkir bir yang digunakan di Eropa. Akhir dari ruang pameran ini adalah
tempat di mana terdapat miniatur perairan tradisional. Seperti suasana perairan
di pedesaan yang juga dilengkapi dengan hiasan-hiasan bambu.
Masih
penasaran dengan tema event ini, kami pun menyusuri apa yang bisa di dapat di
luar ruang pameran. Hari pun semakin sore, Taman Budaya mulai ramai pengunjung.
Teras taman Budaya mulai ramai dengan para pedagang, baik yang menjual makanan
maupun souvenir. Di teras inilah ternyata, tema “You Cook, I Eat” mulai terasa.
Beberapa pedagang menjual produk makanannnya. Ada juga semacam presentasi
pembuatan tempe dari Museum Tani. (lihat foto di bawah ini)
( Foto: presentasi pembuatan tempe Museum
Tani )
Sebagai
pelengkap kunjungan kami ke pameran ini, kami membeli beberapa souvenir.
Souvenir yang dijual cukup beragam dan menarik. Ada juga stand yang sengaja
menjual macam-macam mainan tempo dulu(mengingatkan saat masa-masa SD dulu)
(baca: bongkar pasang, kipas kertas, yoyo, dan apa ya namanya aku lupa-balon
tiup yang wadahnya seperti cat air -_-”, dll).
( Foto : souvenir-kerajinan flannel )
Jadi,
intinya sulit diungkapakan dengan tulisan ini, yang jelas pameran seperti ini
merupakan pameran yang jarang bisa ditemui. Banyak sisi positif dari pameran
ini selain sebagai acara mengisi waktu luang di tengah kesibukan kuliah.
Pameran ini dapat menjadi media generasi muda terutama untuk mengetahui
perkembangan pangan Indonesia dan negara lainnya. Tak hanya itu, untuk sebagian
orang juga dapat mengetahui secara langsung bahan-bahan masakan tradisional,
bukan sebagai bumbu instan yang banyak dijumpai di toko dan supermarket. Bagi
pengunjung yang rindu dengan masa kecil yang banyak terlupakan karena
kecanggihan teknologi, juga dapat memenuhi rasa rindunya di pameran ini.
Menurutku,
pameran seperti ini sangat menarik, ya meski belum sepenuhnya mengikuti
serangkaian acaranya. Konon, baca di koran, akan ada demo masak juga oleh Chef
ternama. Pameran ini dilaksanakan mulai tanggal 16-26 Desember 2012 di taman
Budaya Yogyakarta. Bagi sobat readers
yang ingin melihat-lihat masih ada waktu, sekalian bisa mampir ke Benteng
Vredeburg yang bangunannya tepat di belakang Taman Budaya ini. Pameran ini bisa
jadi alternatif untuk mengisi akhir tahun yang bermanfaat. ^_^
-----Hari
ini merupakan kesempatan untuk belajar jadi “tour guide” mini-agro wisata, berbekal pengetahuan tentang
rempah-rempah dan tradisi memasak dari kampung halaman-----
#meski kalimat per kalimat dalam tulisan ini
kurang bisa mewakili keistimewaan yang ada dan terkesan kurang rapi, tapi
harapannya sobat readers maupun writer sendiri bisa menuangkan
kisah-kisahnya ke dalam sebuah tulisan. So, “Jadikan setiap perjalanan dan
petulanganmu sebagai sebuah kenangan yang tak terlupakan, abadikan dalam sebuah
tulisan, dokumentasikan dalam gambar, dan ambil setiap hikmahnya.”
Salam Semangat !!!
Er van Giezt