Saturday, December 29, 2012

TIPS : JALAN PINTAS MENGHAPUS INBOX YAHOO


Sebel karena email yahoo-mu penuh dengan inbox??
Dari beberapa sumber, writer mendapat tips nih..
disesuaikan dengan tampilan terbaru Yahoo..
Check this out !!

1.  Masuk (log-in) akun yahoo-mu
2.  Pilih menu setting-mail option (lihat gambar dengan lingkaran merah)

3.  Pada option show messages pilih 200 messages per page, dengan cara ini inbox-mu akan menampilkan 200 pesan sekaligus dalam 1 halaman.

4.  Setelah itu kembali ke inbox (kotak masuk), lalu tandai semua pesan dengan memilih “All”

5.  Selanjutnya tinggal pilih” Delete” dan “OK”

      Dengan cara ini akan menghemat waktu menghapus banyak email dengan beberapa klik saja. Jadi, lebih cepat daripada tampilan 25 pesan per halaman.


6.  Jika ingin menghapus Trash juga sangat mudah
Langsung saja pilih Trash-Empty the Trash folder-OK

#Mudah kan J  Selamat mencoba !!

Friday, December 28, 2012

The Sounds of Falling in Love (part 1)

"menulislah saat kamu ingin menulis,
katakanlah saat kamu ingin mengatakan.."
dan inilah yang kutulis
sebuah puisi..


Aku jatuh cinta..
Entah saat pertama atau kesekian kali melihatnya
Aku
Aku jatuh cinta
Pada senyum dan keceriaannya
Aku jatuh cinta
Diiringi selorohan kawan-kawanku
Melangkah malu-malu di hadapannya
Malu-malu menatapnya
Aku jatuh cinta
Berpura-pura sulit mengenalnya
Aku takut
Tak berani menyapa di sekeliling kawan-kawannya
Tak berani berkata meski berjabat tangan dengannya
Mengamatinya diam-diam..
Sampai pada waktu yang memisahkan,
dengan segala macam perasaan
. . . . . . . . . .
Aku masih ingat betul
Detail-detail perkenalanku dengannya
Sial, aku mengingatnya dengan jelas !
. . . . . . . . . .
Dia kembali,
dan jujur, aku merindukannya
Dengan senyum dan keceriaannya
Dia kembali
Menawarkan cinta yang sesungguhnya..
Aku
Aku pun masih jatuh cinta
Menumbuhkan semangat dalam jiwa
. . . . . . . . .
Waktu pun berjalan,
terus berjalan
Aku tersenyum mengenangnya
Tertawa, karna masih mengingat detailnya
. . . . . . . . .
Ya, kini aku rasa
“Aku pernah jatuh cinta padanya”
Berawal dari sebuah jendela..

*to be continued

Thursday, December 27, 2012

Spesial Hari Ibu : 22 Desember 2012


Ibu, bunda, mom, mama, mami,mother, mutter, emak, oka-san, omeo-ni, …

Dan entah bagaimana cara kita memanggilnya, yang jelas itu yang pertama kali terlintas dalam pikiran kita, jika ditanya sosok wanita yang paling berarti dalam hidup kita. Tapi sayang, beberapa orang akan punya jawaban yang berbeda.
Kalau bagiku, ada rasa syukur tersendiri karena aku bisa memilikinya sejak aku lahir hingga saat ini..dan selanjutnya..

            Meski kita semua tahu pasti ada saat-saat di mana kita merasa jengkel, marah, kangen, dsb.
Tak jarang kita berdebat dengannya, entah masalah apa yang diperdebatkan. Perhatian ibu yang kadang terasa berlebihan untuk ukuran kita yang sudah beranjak dewasa,  kadang terasa aneh. Semua hal yang dipertanyakan seringkali membuat kita jengkel. Tapi.. saat beliau jauh dan jarang berkomunikasi, rasa rindu selalu menghinggapi hati kita.
Seringkali pula kata mujarab yang membuat kita meneteskan air mata adalah “ibu”. Di mana pun mita mendengarnya, hati terasa “trenyuh”. Mengingatkan betapa banyak kesalahan yang kita perbuat kepadanya.

            Kita seringkali tak menyadari bahwa orang yang paling perhatian di dunia ini adalah beliau. Perhatian yang lebih itu tak dimaksudkan apa-apa selain sebagai bentuk kasih sayangnya pada kita. Apalagi untuk anak perempuan. Seorang ibu akan selalu menyimpan kekhawatirannya untuk anak perempuannya. Bagaimana tidak ?? Setiap ibu suatu saat pasti akan menemui waktu di mana ia harus berpisah dengan anak perempuannya. Rasanya masih kemarin beliau menimang kita dalam pangkuannya, namun dalam sekejab anak perempuannya telah beranjak dewasa. Anak perempuan yang seolah-olah kemarin masih tertidur dalam gendongannya, sekarang sudah menjadi penamping hidup seorang pria.

Inilah kekhawatiran terbesar baginya. Bukan masalah pernikahannya. Namun, bagaimana hidupnya kelak setelah menikah. Akankah benar-benar bahagia karena menikah dengan orang yang dicintainya? Ataukah puteri kesayangannya itu terpaksa terjebak dalam pilihannya sendiri?
Inilah, inilah sebenarnya kekhawatiran hati seorang ibu. Seorang ibu tak pernah mengharapkan hal buruk terjadi pada puterinya. Seorang ibu selalu mengharapkan yang terbaik untuk puterinya.

            Ketika mulai ada yang mencoba mengenal puterinya, beliau pasti akan bertanya-tanya. Semakin dewasa puterinya beliau akan semakin waspada. Kekhawatiran terbesarnya, kadang tak pernah kita sadari. Beliau sama sekali bukan pemilih.
Percayalah, beliau selalu mengharapkan yang terbaik untuk kita.

Kalaupun beliau cerewet dengan segala nasehatnya, perhatian yang berlebih, dan lain-lainnya..percayalah kelak kita akan merindukan ini semua.

            Percayalah cinta yang paling besar adalah cintanya, melebihi cinta dari siapapun..pahami itu ketika kamu sedang jatuh cinta.. Ibu telah rela mengorbankan nyawanya untuk melahirkan malaikat kecil ke dunia(putera-puterinya).
            Dan..teruntuk sahabat semua yang mungkin belum berkesempatan bertemu dengan ibu, ada masalah dengan ibu.. Percayalah, siapa pun, di mana pun, kapan pun beliau selalu memiliki cinta untuk sang ananda. Janganlah membecinya, karena nan jauh di sana beliau selalu menyimpan rindu untuk ananda.
Jika kalian punya suatu masalah, bicarakanlah.. Ibu akan selalu mendengar kita.




#Sedikit kutipan dari film “A Long Visit”:
“When ever I had a hard time, mom always told me. If I cry she cried more. If I was upset, her heart was ripped to pieces. That’s how mother is.”

Sunday, December 23, 2012

“ You Cook, I Eat “ Perjalanan Sejarah Makanan


Kamis, 20 Desember 2012 @ Taman Budaya Yogyakarta

            Hari ini menjadi sebuah perjalanan yang menyenangkan. Kurang lebih seminggu yang lalu kulihat poster di papan pengumuman MU (baca : MIPA Utara UGM) tentang event pameran makanan. Awalnya, kukira bakal ada pameran makanan atau jajanan dan sebagainya, mengingat temanya adalah “You Cook, I Eat”. Karna nampaknya event ini menarik, aku pun mengajak temanku, Hanna dan Ula untuk berkunjung ke pameran itu. Dan karna sesuatu hal,  aku hanya pergi dengan Hanna.
            Perjalanan dimulai saat matahari benar-benar terik. Dengan bus jalur 4, akhirnya kami sampai di jalan Malioboro, tepatnya di sekitar pasar Beringharjo. Turun dari bus kota, kami berjalan kurang lebih 200 meter untuk sampai di Taman Budaya. Jalan menuju Taman Budaya bisa dibilang ramai, maklum karena masih termasuk dalam kompleks pasar Beringharjo. Hanya beberapa menit akhirnya kami sampai di tempat tujuan. Taman Budaya masih nampak sepi, belum banyak pengunjung. Di pintu depan terdapat spanduk bertuliskan nama event ini. Akhirnya, kami menitipkan tas di pintu masuk dan segera bergegas ke tempat pameran.
Pintu masuk tempat pameran dihias dengan jerami-jerami padi serta memperlihatkan nuansa bertemakan pertanian.
            Awalnya kami mengira akan ada stand-stand makanan di dalam, namun setelah menelusurinya…yang kami jumpai ternyata lebih menarik daripada makanan. Pemandangan pertama tertuju pada kebun mini yang ditampilkan tepat di hadapan pintu masuk. Pada kebun mini itu terdapat berbagai tanaman sayuran seperti terong, bayam, seledri, dsb. Dari kiri pintu pameran disuguhkan bermacam-macam alat-alat makan dan alat-alat masak tempo dulu. Pada dinding dihiasi dengan berbagai lukisan bertemakan pertanian, makanan, dan sejarah perkembangan budaya tentang makanan. Tidak hanya sejarahnya di Indonesia, tapi juga negara lain, terutama era Belanda dulu.
            Bagi penikmat barang-barang antik dapat menjumpainya di setiap etalase yang ditempatkan di berbagai sudut ruang pameran. Alat-alat makan dan alat-alat masak dari Indonesia, Cina, dan Eropa ada di sini. Berbagai miniaturnya juga ikut dipajang. Banyak lukisan dan gambar yang bertemakan makanan menghiasi ruang pameran. Bahkan ada juga bungkus makanan tempo dulu yang ikut di pajang yang menunjukkan perkembangan berbagai produk makanan yang ada saat ini.

( Foto : @ruang pameran )

            Di bagian barat ruang pameran terdapat bermacam-macam tungku dengan bahan bakar khas. Ada tungku dengan bahan bakar kayu, ada juga limbah bekas penggergajian kayu dan arang.
Di sudut utara ruang pameran, tak jauh dari tungku-tungku ini ada miniatur dapur tradisioanal beratap daun kelapa kering (baca: blarak, bahasa jawanya). Yang menarik adalah di “pondok” dapur itu juga dilengkapi dengan alat masak lengkap. Tungku kayu, dandang tembaga, dll (kalau disebutin satu-satu susah, karena menggunakan istilah dalam bahasa Jawa). Di depan pondok itu juga terdapat berbagai contoh rempah-rempah. Maklum, zaman sekarang ini sangat jarang generasi muda yang mengetahui secara pasti bentuk rempah-rempah meski sudah sering mendengar namanya. Dari pameran seperti inilah, pengunjung akan semakin tahu tentang aset berharga negeri ini yang selama masa penjajahan menjadi perebutan bangsa-bangsa asing.

            Masuk ke pondok dapur itu, suasana tradisional makin terasa. Berbagai bahan makanan digantung di atap dapur seperti tradisi masyarakat tradisional. Bagiku, rasanya seperti sedang pulang ke kampung halaman, tepatnya ke rumah mbah bertahun-tahun yang lalu. Bahkan di dekat dinding luar pondok dapur juga disandarkan alat bajak tradisioanal yang terbuat dari kayu. Hal ini makin melengkapi nuansa pertanian di Indonesia, yang sampai saat ini juga masih diterapkan di berbagai daerah. Suasana pedesaan makin terasa dengan pohon-pohon pisang yang di tempatkan di kanan-kiri pondok dapur. Dari jauh pondok itu seperti dibangun di tengah-tengah kebun, tempat petani mencari penghidupannya melalui bercocok tanam.

( Foto: dapur tradisional )

            Setelah puas berfoto di area pondok, kami pun meneruskan berkeliling. Di tengah ruang pameran ternyata juga ada kebun mini lagi. Di kebun mini itu ditanami padi. Pertama masuk, kami tak tahu dari mana kicauan burung yang turut serta menghidupkan nuansa pertanian ini, dan ternyata… burung-burung pipit memang sengaja diikut sertakan dalam pameran ini. Burung-burung itu hinggap di padi-padian (persis seperti suasana di persawahan). Selain yang sudah kutulis lagi sebenarnya masih banyak yang dapat dijumpai di pameran ini, seperti majalah-majalah lama yang memuat menu-menu makanan tempo dulu dan juga berbagai macam cangkir bir yang digunakan di Eropa. Akhir dari ruang pameran ini adalah tempat di mana terdapat miniatur perairan tradisional. Seperti suasana perairan di pedesaan yang juga dilengkapi dengan hiasan-hiasan bambu.

            Masih penasaran dengan tema event ini, kami pun menyusuri apa yang bisa di dapat di luar ruang pameran. Hari pun semakin sore, Taman Budaya mulai ramai pengunjung. Teras taman Budaya mulai ramai dengan para pedagang, baik yang menjual makanan maupun souvenir. Di teras inilah ternyata, tema “You Cook, I Eat” mulai terasa. Beberapa pedagang menjual produk makanannnya. Ada juga semacam presentasi pembuatan tempe dari Museum Tani. (lihat foto di bawah ini)

( Foto: presentasi pembuatan tempe Museum Tani )

            Sebagai pelengkap kunjungan kami ke pameran ini, kami membeli beberapa souvenir. Souvenir yang dijual cukup beragam dan menarik. Ada juga stand yang sengaja menjual macam-macam mainan tempo dulu(mengingatkan saat masa-masa SD dulu) (baca: bongkar pasang, kipas kertas, yoyo, dan apa ya namanya aku lupa-balon tiup yang wadahnya seperti cat air -_-”, dll).

( Foto : souvenir-kerajinan flannel )

            Jadi, intinya sulit diungkapakan dengan tulisan ini, yang jelas pameran seperti ini merupakan pameran yang jarang bisa ditemui. Banyak sisi positif dari pameran ini selain sebagai acara mengisi waktu luang di tengah kesibukan kuliah. Pameran ini dapat menjadi media generasi muda terutama untuk mengetahui perkembangan pangan Indonesia dan negara lainnya. Tak hanya itu, untuk sebagian orang juga dapat mengetahui secara langsung bahan-bahan masakan tradisional, bukan sebagai bumbu instan yang banyak dijumpai di toko dan supermarket. Bagi pengunjung yang rindu dengan masa kecil yang banyak terlupakan karena kecanggihan teknologi, juga dapat memenuhi rasa rindunya di pameran ini.
            Menurutku, pameran seperti ini sangat menarik, ya meski belum sepenuhnya mengikuti serangkaian acaranya. Konon, baca di koran, akan ada demo masak juga oleh Chef ternama. Pameran ini dilaksanakan mulai tanggal 16-26 Desember 2012 di taman Budaya Yogyakarta. Bagi sobat readers yang ingin melihat-lihat masih ada waktu, sekalian bisa mampir ke Benteng Vredeburg yang bangunannya tepat di belakang Taman Budaya ini. Pameran ini bisa jadi alternatif untuk mengisi akhir tahun yang bermanfaat. ^_^
            -----Hari ini merupakan kesempatan untuk belajar jadi “tour guide” mini-agro wisata, berbekal pengetahuan tentang rempah-rempah dan tradisi memasak dari kampung halaman-----
#meski kalimat per kalimat dalam tulisan ini kurang bisa mewakili keistimewaan yang ada dan terkesan kurang rapi, tapi harapannya sobat readers maupun writer sendiri bisa menuangkan kisah-kisahnya ke dalam sebuah tulisan. So, “Jadikan setiap perjalanan dan petulanganmu sebagai sebuah kenangan yang tak terlupakan, abadikan dalam sebuah tulisan, dokumentasikan dalam gambar, dan ambil setiap hikmahnya.”

Salam Semangat !!!
Er van Giezt








Friday, December 21, 2012

Jogja Japan Week, Memperingati 27th Jogja-Kyoto Sister Province


            Event ini merupakan sebuah perayaan untuk memperingati persahabatan kedua negara-Indonesia dan Jepang- terutama antara dua kota- Jogja dan Kyoto. Konon, menurut sejarahnya Jogja dan Kyoto memilki kemiripan tersendiri. Jogja pernah menjadi ibukota negara Indonesia dan Kyoto pernah menjadi ibukota negara Jepang. Kedua kota ini juga menjadi kota budaya pada masing-masing negara.

(Foto: pintu masuk Jogja Japan Week @Museum Nasional Jogja)

            Event yang dilaksanakan 2 tahun sekali ini kembali digelar pada tanggal 5-8 Juli 2012. Tema yang diangkat pada tahun 2012 ini yaitu “SHUNKASHUUTOU MATSURI” Festival 4 Musim di Jepang). Banyak serangkaian acara yang dapat diikuti para peminat Jepang. Mulai dari pameran, lomba-lomba, workshop dan seminar. Writer berkesempatan mengikuti seminar pendidikan Jepang dengan pembicara Mr. Katsujiro Ueno(perwakilan Jepang) yang diselenggarakan dengan kerjasama PERSADA Yogyakarta (perhimpunan alumni Jepang). Seminar ini dilaksanakan tanggal 6 juli 2012 di Auditorium Fakultas Teknologi Pertanian. Tak rugi sama sekali mengikuti seminar ini, karena banyak pengetahuan serta informasi tentang budaya dan pendidikan Jepang yang secara langsung disampaikan oleh orang Jepang. Notabene Mr. Katsujiro Ueno ini fasih berbahasa Indonesia lho !. Sejak mudanya dulu, beliau sudah mempelajari bahasa Indonesia di negara asalnya, Jepang. Beliau juga pernah bertemu dengan presiden pertama RI- Ir. Soekarno.
            Dua hari berikutnya, tanggal 8 juli 2012, writer kembali mengikuti event terakhir yang diselenggarakan di Museum Nasional Jogja. Awalnya, aku akan mengikuti lomba menghias bento sebagai perwakilan dari organisasi di fakultas, ya sekalian mengambil sertifikat seminar. Dari pagi sudah kusiapakan masakan yang akan digunakan pada lomba. Bangun pagi-pagi dan bergegas memasak di dapur asrama (waktu itu writer masih tinggal di asrama UGM).

(Foto: aneka lukisan dan ikebana)

            Sekitar pukul 8 pagi aku pun berangkat dengan seorang teman. Butuh penantian cukup panjang di halte Trans Jogja. Sekitar pukul 9 pagi pun akhirnya aku sampai di tempat tujuan. Sesampainya di sana sambil menunggu waktu lomba dimulai, kami berkeliling terlebih dahulu ke setiap stand yang ada. Ada stand origami, yukata, manga, dll. Kesempatan untuk mengabadikan momen ini juga tak terlupakan.

(Foto: cuplikan 4 musim di Jepang)
Sesuai dengan temanya-Festival 4 Musim di Jepang-berbagai ruang pameran pun juga dihias sedemikian rupa dengan nuansa 4 musim di Jepang. Usai berfoto, kami pun bertanya pada panitia tentang lomba yang akan kuikuti, dan tak disangka saat itu juga kami baru tahu bahwa lomba menghias bento tidak jadi dilakasanakan. -_-“
            Dengan begitu tinggal satu lagi tujuan kami, mengambil sertifikat seminar. Pihak panitia memberitahu bahwa sertifikat akan diberikan usai penampilan cosplay. Kami pun menunggu dengan ikut menonton pemutaran film jepang di salah satu stand dan mengikuti workshop origami bersama Atsuki (komunitas pecinta jepang di jogja)
Sekitar pukul 13.00 lomba cosplay dimulai. Kami pun segera menuju depan panggung untuk menyaksikan para kontestan dengan kostum uniknya. Di tengah-tengah cosplay panitia kembali mengumumkan bahwa sertiikat akan dibagikan pada malam hari penutupan festival, kira-kira pukul 8 malam.
            Akhirnya, kami memutuskan untuk menikmati kontes cosplay saja, setelah cosplay selesai mungkin pilihan terbaik adalah pulang. Sesuai perkiraan pukul 15.30 kontes cosplay selesai. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, perburuan foto bersama cosplayer pun dikejar.
Di antara banyak cosplayer, ada satu tokoh unik tersendiri, yaitu Gatotkaca. Tokoh yang satu ini menampilkan sisi kreatif tersendiri dibanding kontestan lain. Kontestan lain banyak yang menggunakan kostum sesuai tokoh anime favorit mereka masing-masing. Namun, tokoh Gatotkaca mampu menampilkan kombinasi atau perpaduan yang unik. Sesuai dengan nama acara itu sendiri-Jogja Japan week-tokoh wayang Jawa diikut sertakan mewarnai acara budaya dua bangsa.

(Foto: bersama Cosplayers)

            Bagi sobat readers  yang penasaran dengan acara ini, maka harus sabar menunggu dua tahun lagi, tepatnya tahun 2014. See ya.. in the next Jogja japan week ^_^.

----- Sesampainya di asrama, makanan yang tak jadi dilombakan itu, akhirnya menjadi menu makanku-----

Kunjungan Ilmiah, MIPA Melancong 2012


            Setelah persiapan yang panjang  akhirnya panitia kunjungan ilmiah LSiS (Lingkar Studi Sains) FMIPA UGM sukses menyelenggarakan acara kunjungan ilmiah. Persiapan yang cukup melelahkan akhirnya membuahkan hasil pada hari-H (19 Juni 2012). Writer juga turut terlibat dalam kepanitiaan ini.
           Pada hari yang cerah di pertengahan Juni ini, kami (panitia dan peserta) kunjungan ilmiah memulai perjalan jam 8 pagi. Tempat yang pertama kami kunjungi adalah redaksi Kedaulatan Rakyat Yogyakarta. Sesampainya di sana kami disambut baik pihak redaksi. Pertama kami diperkenalkan dengan berbagai media cetak yang dihasilkan di KR(Kedaulatan Rakyat). Tak hanya itu kami kemudian diperkenalkan dengan berbagai proses (tahap) pencetakan surat kabar yang setiap pagi beredar seantero Jogja. Kami dijelaskan tentang proses pemotongan kertas, serta proses pencetakan yang dilakukan di “dapur” surat kabar. Karena waktu itu masih pagi, kami hanya dapat melihat mesin-mesin yang sedang beristirahat, karena proses pencetakan baru dimulai malam hari ketika para wartawan sudah selesai mencari berita.

(Foto: suasana di KR)
Sebagai mahasiswa kunjungan ke KR merupakan kunjungan yang berkesan, banyak ilmu yang kami peroleh terutama tentang persuratkabaran yang menjadi media pemberitaan berbagai peristiwa tiap harinya. Sebagai kenang-kenangan, kami(panitia) memberikan plakat kepada pihak KR, sebagai sebuah tanda bahwa kami pernah berkunjung dan belajar di sana.

(Foto: bersama-panitia dan peserta Kunjungan Ilmiah)

            Perjalanan kami lanjutkan ke tempat kedua, yang tak lain adalah sentra kerajinan perak. Sobat readers pasti sudah tahu kalau Jogja juga terkenal dengan kerajinan peraknya. Kali ini kami mengunjungi sebuah sentra kerajinan perak “Narti’s Silver”. Pertama kali kami masuk sebuah toko yang memajang beraneka kerajinan perak. Kami semua takjub melihat harga yang special, harga yang pantas untuk sebuah seni yang membutuhkan pengerjaan rumit.

(Foto: proses pembuatan kerajinan perak)
            Pemilik toko menyambut kami dengan ramah, dan kemudian menunjukkan tempat pembuatan perak secara langsung. Di “bengkel” itu para pengrajin bertugas sesuai tugasnya masing-masing. Ada yang membentuk perak menjadi seperti benang-benang panjang dan ada pula yang membentuknya menjadi sebuah perhiasan serta kerajinan lain. Di bengkel inilah kami jumpai bagaimana rumitnya proses pembuatan kerajinan perak dari nol hingga menjadi barang dengan harga jutaan rupiah. Berkat kebaikan hati pemilik toko kami juga mendapat diskon sekitar 20 % untuk setiap barang yang kami beli. Tentu saja, dengan kantong mahasiswa seperti kami, kami memilih barang yang kisaran hargnya 20-50 ribu rupiah. :D

(Foto: @Narti’s Silver)

            Perjalanan kami lanjutan ke Geospasial ( Badan nasional Penanggulangan Bancana) yang dinaungi Fakultas Geografi UGM. Tempat ini berada di wilayah pantai Parangtritis-Depok.
Geospasial memilki tiga bangunan yang mencerminkan wilayah Jogja. Bangunan berbentuk kerucut melambangkan gunung Merapi, lorong menggambarkarkan sungai/laut/aliran air, dan satu gedung terakhir menggambarkan gumuk pasir yang semuanya saling terkait.

(Foto: suasana Geospasial)
            Di sana kami dipandu oleh pengurus Geospasial mengelilingi setiap bangunan. Di gedung berbentuk kerucut kami dapat melihat berbagai foto-foto bencana yang pernah terjadi di negeri ini(tsunami Aceh dan gempa Jogja), beraneka pasir dari berbagai pantai di Indonesia, berbagai jenis batu-batuan alam, dan pada lorong kami dapat melihat berbagai gambar proses terbentuknya gumuk pasir.
            Ba’da Ashar kami mengakhiri perjalan ke sebuah pantai (Pantai Depok). Di sana kami mempresentasikan hasil kunjungan ilmiah kami secara berkelompok. Tak hanya itu kami juga menikmati keindahan pantai dan bermain-main air sampai pukul 5 sore. Kami pun bergegas pulang, karena hari sudah menjelang Maghrib.

(Foto: @Pantai Depok)
            Bagiku kunjungan ini, tak hanya sekedar jalan-jalan. Tak hanya sekedar melancong, tapi melancong sekaligus mencari pengalaman dan ilmu baru yang mungkin takkan kita dapat di perkuliahan.

#Takkan bosan kutuliskan setiap perjalan yang berkesan dan menginspirasiku. Setiap perjalanan yang kuabadikan dalam gambar dan tulisan, menjadi sebuah cerita meski hanya tulisan yang sederhana.#





Saturday, May 12, 2012

Masih tentang Belanda, Negeri Tempat Lahirnya Ilmuwan-Ilmuwan Dunia



            Kisah ini dimulai ketika saya dan teman-teman sedang berkunjung ke perpustakaan fakultas. Saya yang termasuk jarang ke perpustakaan, sengaja berkeliling di antara rak-rak buku yang berisi buku-buku tua, bahkan dibiarkan berdebu tak tersentuh oleh orang-orang. Setiap kali melewati deretan buku-buku tebal berlabel fisika, saya tergoda untuk mengambil dan membaca sekilas, meski hanya judul dan intisari buku-buku itu. Sungguh buku-buku yang amat berat menurut saya, terutama bagi saya yang masih duduk di semester awal.
            Saya terus menyusuri rak demi rak buku. Hingga akhirnya saya berhenti pada sebuah buku kecil bersampul merah yang waktu itu terselip di antara buku-buku besar. Buku itu berjudul “Recombination of Radicals and Related Effects in Flames” karya Theodorus Zeegers. Yang menarik perhatian saya waktu itu bukanlah judul dari buku itu, melainkan ketika saya membaca identitas buku pada halaman depan. Di sana tercatat bahwa buku tersebut merupakan pemberian dari Universitas Utrecht untuk UGM sekitar tahun 1970an.
            Kemudian sekilas saya membaca kata pengantar di buku itu yang tertulis dalam bahasa Belanda. Ada sesungging senyum waktu itu, apalagi bagi saya yang notabene punya cita-cita suatu saat bisa melanjutkan studi di Belanda. Bukan karna apa-apa, tapi karna rasa kagum saya pada negeri itu. Dan buku yang saya temukan di salah satu sudut perpus itu mengingatkan saya pada mata kuliah Fisika Dasar.
            Seringkali dalam kuliah disebutkan beberapa ilmuwan Fisika yang terkenal. Sebagai seorang mahasiswi yang menempuh program studi Fisika saya semakin kagum dengan perkembangan Sains yang ada di Belanda. Buku yang tak sengaja saya temukan di perpus itu semakin menambah wawasan saya tentang ilmuwan-ilmuwan Fisika yang berkebangsaan Belanda. Sebut saja Hendrik Antoon Lorentz, Pieter Zeeman, Johannes Diderik van der Waals, Heike Kamerlingh Onnes, dan lain-lain. Belum lagi para ilmuwan di bidang keilmuwan yang lainnya. Maka tak heran jika Belanda menjadi salah satu negara penerima novel terbanyak.
            Sejenak saya termenung di sudut perpustakaan waktu itu, sambil sesekali berpikir. Ternyata bukti kreatif bangsa Belanda sudah sedari dulu begitu menonjol. Negeri yang seolah-olah setiap saat melahirkan tokoh-tokoh penting dunia Sains yang akhirnya terkenal ke seluruh dunia itu memilki keKRATIFan tersendiri. Mungkin secara ketenaran masih kalah dengan Albert Einstein, ilmuwan Fisika berkebangsaan Jerman, namun bagi saya ilmuwan Belanda juga banyak menginspirasi perkembangan teknologi yang ada saat ini.
            Sebut saja di antaranya, Onnes, ilmuwan dari Universitas Leiden yang berhasil menemukan bahan superconductor. Karyanya ini sekarang sudah sangat mendunia. Karyanya ini sudah banyak diterapkan dalam berbagai teknologi, salah satunya maglev(magnetic levitation train) di Jepang. Ini adalah suatu bukti nyata bahwa ide seorang Onnes besar manfaatnya.
            Saya kira, inilah wujud kreatif bangsa Belanda yang lain. Salah satu bentuk kreatif dalam kemajuan sains dan teknologi yang hingga sekarang masih bahkan semakin terus berkembang.
Sebut saja, Universitas Leiden. Hampir sebagian besar ilmuwan adalah lulusan dari universitas ini. Universitas ini juga masuk dalam jajaran universitas terbaik di dunia. Konon katanya Universitas Leiden dan Universitas Amsterdam menjadi pioneer pendidikan di sana. Belum lagi Maastricht dan Universitas Teknologi Delf, tempat lahirnya orang-orang penting dunia Sains yang juga menjadi tujuan utama para pemburu ilmu di dunia.
            Sikap terbuka mereka juga menjadi daya tarik tersendiri. Mungkin bagi bangsa Indonesia yang punya ikatan sejarah dengan Belanda juga pasti akan merasa cukup dekat dengan keadaan di sana.
Kalau boleh saya bilang, “ada Indonesia di Belanda”. “Opened Culture” yang dimilki bangsa Belanda menjadikan banyaknya usaha-usaha kuliner Indonesia yang berdiri kokoh di sana, juga mahasiswa Indonesia yang menempuh ilmu di sana tidaklah sedikit. Tentu mereka punya alasan tersendiri. Peluang bisnis di sana terbuka lebar untuk siapapun, kualitas pendidikan yang sudah pasti bagus menjadi brand yang Belanda miliki. Banyaknya beasiswa yang ditawarkan juga menjadi wujud atau bagian dari “opened culture”, yakni dengan membuka kesempatan menimba ilmu sebanyak-banyaknya bagi mahasiswa asing. Belum lagi apresiasi mereka kepada seni, baik dalam maupun luar negeri. Kemampuan mereka memadupadankan dunia Sains Teknologi, bisnis, dan seni semakin membuka mata kita bahwa mereka begitu KREATIF dalam berbagai bidang. Dan pokok atau kunci utamanya terletak pada “opened culture” mereka, sehingga semakin banyak bidang yang mampu berkembang dan mendorong kemajuan di sana.
            Ah, untuk sejenak saya melayang dalam angan. Buku bersampul merah itu, kembali menambah kekaguman dan semangat saya. Untuk beberapa waktu, buku bersampul merah itu menemani saya berangan-angan, saya ingin suatu saat nanti berkesempatan mendapat beasiswa belajar di sana. Belajar di negeri kreatif nan inovatif tempat lahirnya para ilmuwan dunia. Semoga ^^.
            Saya kembali berjalan ke rak tempat buku tersebut saya temukan, lalu saya mengembalikannya seperti sedia kala. Saya pun keluar dari perpustakaan sembari membawa angan saya tentang negeri para ilmuwan itu :).